"JENGAH", SEBUAH LAGU TENTANG REALITA POLITIK KITA
Kita jengah...
Dengarkan banyak alasan...
Kita bosan...
Dengarkan cerita...
Mendengar pembuka dari lagu milik PAS Band ini membuat saya bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya membuat si empunya lagu ini memberi judul seperti ini pada lagu tersebut? OK-lah, sekarang kita cari tahu mengenai apa isi dari lagu tersebut.
Bagaimana punya fakta, karena...
Hanya bisa bicara
Ternyata tak pernah ada
Bukti yang langsung terasa
dan nyata untuk kita
Kita kupas dari bagian awal lagu ini. PAS Band memiliki cara unik dalam hal mengkritisi situasi politik yang bisa dibilang relevan dengan keadaan saat ini. Gonjang-ganjing politik saat ini memang biasanya memantik tensi tinggi. PAS Band mengemasnya dengan cara yang bisa dibilang berbeda bila dibandingkan dengan musisi lainnya. Dari lirik di atas, kita bisa melihat bagaimana seorang pemimpin atau taruhlah politisi yang gemar mengumbar janji-janji manis di saat kampanye Pemilu atau Pilkada tetapi pada akhirnya semuanya hanyalah omong kosong tanpa bukti nyata bagi rakyat yang dipimpinnya begitu mereka sudah duduk di atas kursi empuk bernama kekuasaan dan jabatan. Itulah mengapa rakyat jelata yang terwakili dalam lagu tersebut bertanya-tanya.
Kita muak, semua...
Melihat akibatnya ternyata...
Tetap menjadi...
Upeti di sana-sini, korupsi menggila lagi...
Kemudian di bagian ini, PAS Band seakan-akan menyatakan kemuakan dan kemarahan rakyat Indonesia melihat maraknya 'Upeti' yang dalam hal ini adalah Pungutan Liar (Pungli), suap, dan sogok yang berkembang mejadi budaya korupsi yang makin merajalela di berbagai strata kekuasaan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah yang bahkan hingga ke tingkat desa atau kelurahan. Tentu saja ini adalah akibat dari pemerintahan (baca:kekuasaan) yang hanya mementingkan materi atau uang dibandingkan mengurus rakyat yang memilihnya.
Kita pun jengah
Dengarkan banyak alasan
Kita bosan
Dengarkan cerita
Kemudian, di bagian reffrain ini PAS Band mengajak pendengarnya untuk menyuarakan keresahan mereka akan kondisi negara dan bangsa yang sudah semakin amburadul tak karuan dan rasa bosan dengan janji-janji yang terkesan manis di bibir namun pahit pada akhirnya.
Kita jadi saksi, teriak...
Orang besar bicara, ternyata...
Hanya bisa,
Berpanas suasana, saling rebut singgasana
Bagian berikutnya, di dalam lagu ini, PAS Band mengajak pendengarnya untuk menjadi saksi sekaligus mengkritisi para pemangku jabatan yang saling sikut, saling gertak, bahkan saling debat hanya untuk meraih kekuasaan, pangkat, dan jabatan yang hanya sementara.
Kita saksi, semua...
Orang ingin bicara...
Melaknat kebenaran
Miliknya hanya miliknya, dan semua hanya miliknya...
Kemudian, digambarkan semua rakyat menyaksikan egoisme para elit politik yang kerap menyangkal kebenaran bahkan memusuhi pihak tertentu yang berani mengkritik atau mengoreksi kinerja pemerintahannya alias antikritik. Elit politik yang antikritik beranggapan bahwa kekuasaan adalah miliknya semata dan kritik yang dilontarkan oleh suatu elemen masyarakat sama saja dengan menjatuhkan kekuasaannya.
Kita jadi saksi, teriak...
Orang besar bicara, ternyata...
Hanya bisa,
Perkeruh suasana, saling jatuh singgasana
Kemudian, mengikuti poin sebelumnya, elit politik dalam lagu ini digambarkan hanya bisa saling menjatuhkan orang lain lewat perkataan langsung bahkan melalui media sosial yang tentu saja tujuan dari itu hanya untuk memperkeruh tensi politik belaka.
Kita saksi, semua...
Dari akibat genre, ternyata...
Membingungkan...
Terombang-ambing berita, penguasa punya cerita
Dan yang terakhir, adalah lirik berikutnya yang menceritakan bahwa mereka menjadi saksi bahkan korban dari pemberitaan media massa yang terkesan hanya mengumbar opini dan berita yang tidak jelas kebenarannya serta pers yang dikendalikan oleh penguasa sebagai alat propaganda sehingga rakyat sendiri yang bingung mana yang benar dan mana yang salah.
Kesimpulan dari lirik lagu ini adalah lagu ini merupakan sebuah kritik terhadap kondisi politik yang sudah amburadul dan terkesan sudah sangat berantakan. Siapa lagi kalau bukan karena ulah segelintir elit politik bangsa ini yang terkesan 'mau enaknya sendiri' serta tidak mau tahu nasib rakyatnya.
SEKIAN.
Dengarkan banyak alasan...
Kita bosan...
Dengarkan cerita...
Mendengar pembuka dari lagu milik PAS Band ini membuat saya bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya membuat si empunya lagu ini memberi judul seperti ini pada lagu tersebut? OK-lah, sekarang kita cari tahu mengenai apa isi dari lagu tersebut.
Bagaimana punya fakta, karena...
Hanya bisa bicara
Ternyata tak pernah ada
Bukti yang langsung terasa
dan nyata untuk kita
Kita kupas dari bagian awal lagu ini. PAS Band memiliki cara unik dalam hal mengkritisi situasi politik yang bisa dibilang relevan dengan keadaan saat ini. Gonjang-ganjing politik saat ini memang biasanya memantik tensi tinggi. PAS Band mengemasnya dengan cara yang bisa dibilang berbeda bila dibandingkan dengan musisi lainnya. Dari lirik di atas, kita bisa melihat bagaimana seorang pemimpin atau taruhlah politisi yang gemar mengumbar janji-janji manis di saat kampanye Pemilu atau Pilkada tetapi pada akhirnya semuanya hanyalah omong kosong tanpa bukti nyata bagi rakyat yang dipimpinnya begitu mereka sudah duduk di atas kursi empuk bernama kekuasaan dan jabatan. Itulah mengapa rakyat jelata yang terwakili dalam lagu tersebut bertanya-tanya.
Kita muak, semua...
Melihat akibatnya ternyata...
Tetap menjadi...
Upeti di sana-sini, korupsi menggila lagi...
Kemudian di bagian ini, PAS Band seakan-akan menyatakan kemuakan dan kemarahan rakyat Indonesia melihat maraknya 'Upeti' yang dalam hal ini adalah Pungutan Liar (Pungli), suap, dan sogok yang berkembang mejadi budaya korupsi yang makin merajalela di berbagai strata kekuasaan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah yang bahkan hingga ke tingkat desa atau kelurahan. Tentu saja ini adalah akibat dari pemerintahan (baca:kekuasaan) yang hanya mementingkan materi atau uang dibandingkan mengurus rakyat yang memilihnya.
Kita pun jengah
Dengarkan banyak alasan
Kita bosan
Dengarkan cerita
Kemudian, di bagian reffrain ini PAS Band mengajak pendengarnya untuk menyuarakan keresahan mereka akan kondisi negara dan bangsa yang sudah semakin amburadul tak karuan dan rasa bosan dengan janji-janji yang terkesan manis di bibir namun pahit pada akhirnya.
Kita jadi saksi, teriak...
Orang besar bicara, ternyata...
Hanya bisa,
Berpanas suasana, saling rebut singgasana
Bagian berikutnya, di dalam lagu ini, PAS Band mengajak pendengarnya untuk menjadi saksi sekaligus mengkritisi para pemangku jabatan yang saling sikut, saling gertak, bahkan saling debat hanya untuk meraih kekuasaan, pangkat, dan jabatan yang hanya sementara.
Kita saksi, semua...
Orang ingin bicara...
Melaknat kebenaran
Miliknya hanya miliknya, dan semua hanya miliknya...
Kemudian, digambarkan semua rakyat menyaksikan egoisme para elit politik yang kerap menyangkal kebenaran bahkan memusuhi pihak tertentu yang berani mengkritik atau mengoreksi kinerja pemerintahannya alias antikritik. Elit politik yang antikritik beranggapan bahwa kekuasaan adalah miliknya semata dan kritik yang dilontarkan oleh suatu elemen masyarakat sama saja dengan menjatuhkan kekuasaannya.
Kita jadi saksi, teriak...
Orang besar bicara, ternyata...
Hanya bisa,
Perkeruh suasana, saling jatuh singgasana
Kemudian, mengikuti poin sebelumnya, elit politik dalam lagu ini digambarkan hanya bisa saling menjatuhkan orang lain lewat perkataan langsung bahkan melalui media sosial yang tentu saja tujuan dari itu hanya untuk memperkeruh tensi politik belaka.
Kita saksi, semua...
Dari akibat genre, ternyata...
Membingungkan...
Terombang-ambing berita, penguasa punya cerita
Dan yang terakhir, adalah lirik berikutnya yang menceritakan bahwa mereka menjadi saksi bahkan korban dari pemberitaan media massa yang terkesan hanya mengumbar opini dan berita yang tidak jelas kebenarannya serta pers yang dikendalikan oleh penguasa sebagai alat propaganda sehingga rakyat sendiri yang bingung mana yang benar dan mana yang salah.
Kesimpulan dari lirik lagu ini adalah lagu ini merupakan sebuah kritik terhadap kondisi politik yang sudah amburadul dan terkesan sudah sangat berantakan. Siapa lagi kalau bukan karena ulah segelintir elit politik bangsa ini yang terkesan 'mau enaknya sendiri' serta tidak mau tahu nasib rakyatnya.
SEKIAN.
Komentar
Posting Komentar